23 Juni, 2009

Pulang ..

Tulisan ini dikutip dari situs www.eramuslim.com, untuk menyambut kepulangan sang istri tercinta yang baru saja menyelesaikan studinya di negeri jiran malaysia

-------------------------------------------------------------------------------------------

Dua orang pegawai tampak masih sibuk pada pekerjaannya, meski malam sudah mengisyaratkan mereka untuk istirahat. Di gedung megah yang sehari-hari menjadi kantor tempat mereka berkerja itu sudah tidak ada lagi pegawai. Kecuali, petugas keamanan malam.


Salah seorang yang bertubuh kurus pun berujar, ”Ah, hari yang melelahkan. Saatnya pulang ke rumah.”

Seorang yang agak gemuk hanya menoleh sebentar, kemudian kembali dengan kesibukannya. Ia hanya membalas ucapan temannya yang mulai berkemas dengan senyum. “Aku lembur lagi!” ucapnya singkat.

“Apa kamu tidak kangen dengan isteri dan anak-anakmu?” tanya si kurus mulai beranjak menuju pintu.

”Entahlah, aku merasa lebih nyaman berada di sini,” jawab si gemuk sambil terus sibuk dengan pekerjaannya. ”Ruangan ini sudah seperti rumahku,” tambahnya begitu meyakinkan.


Si kurus menatap temannya begitu lekat. Sebelum langkah kakinya meninggalkan sang teman, ia tergelitik untuk mengucapkan sesuatu, ”Menurutku, kamu bukan tidak ingin pulang. Tapi, kamu belum paham apa arti pulang.”


**

Angan-angan sederhana yang kerap muncul di kepala siapa pun ketika ia begitu lama berada di luar rumah adalah pulang. Seorang pejabatkah, pegawaikah, pengusahakah, pelajar dan mahasiswakah; titik akhir dari akumulasi kelelahannya berinteraksi dengan dinamika hidup selalu tertuju pada pulang.


Kata pulang menjadi perwakilan dari seribu satu rasa yang tertuju pada kerinduan-kerinduan dengan sesuatu yang sudah menjadi ikatan kuat dalam diri seseorang. Sesuatu yang tidak mungkin untuk dipisahkan, karena dari situlah ia berasal dan di situ pula ia menemukan jati dirinya.


Dalam skala hidup yang lebih luas, pulang adalah kembalinya manusia pada asalnya yang tidak mungkin dielakkan. Apa dan bagaimana pun keadaannya, suka atau tidak pun rasa ingin pulangnya, jauh atau dekat pun perginya, dan ada atau tidaknya kerinduan terhadap arah pulang yang satu ini; setiap kita pasti akan ’pulang’.

Walaupun, tidak sedikit orang yang merasa lebih nyaman berada di dunia ini daripada berhasrat menuju ’pulang’. Persis seperti yang diungkapkan si kurus kepada temannya, ”Kita bukan tidak ingin ’pulang’. Tapi, kita mungkin belum memahami arti ’pulang’.”


(muhammadnuh@eramuslim.com)

Pasted from <http://eramuslim.com/hikmah/tafakur/pulang.htm>


08 Juni, 2009

Menanam di dunia memetik diakhirat


Judul diatas sesuai dengan judul blogspot ini. Maka ada baiknya kalau dijelaskan sedikit latar belakang pemilihan kalimat tersebut sebagai judul blogspot.

Kalimat itu laksana sebuah motto yang saya ambil dari semboyan tempat saya bekerja. Dalam bahasa arabnya غراس الدنيا وحصاد الآخرة


Ya..menanam di dunia memetik diakhirat.


Mengapa saya tertarik dengan moto itu.


Mengapa tidak, ditengah sibuknya manusia saat ini melakukan berbagai aktifitas keduniaannya ada satu hal yang menjadi perhatian sebagian orang yang pada dasarnya adalah wajar. Yaitu mempersiapkan masa depan atau hari tua. Siapa saja yang telah menginjak usia matang (berkeluarga) dan mendapat penghasilan yang matang pula, mempunyai pemikiran untuk mempersiapkan masa depan hidupnya dan keluarganya dari segi apapun terlebih dari segi finansial. Pemikiran seperti itu biasanya diwujudkan dengan bentuk berinvestasi dalam berbagai bentuk dan cara.


Tentunya sangatlah tidak salah kalau kita berfikir dan bertindak untuk persiapan masa depan dan hari tua kita. Dan juga sangat tidak salah kalau kita berinvestasi demi mewujudkan keinginan itu.


Tapi yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah hanya untuk hari tua saja yang harus kita pikirkan dan persiapkan. Seolah-olah hidup ini hanya sampai hari tua, sehingga hanya untuk masa itu saja kita harus mempersiapkan diri kita.


Bagaimana yang belum sempat menikmati hari tua, lalu tiba-tiba sudah harus menuntaskan kehidupan didunia ini. Sementara selama ini yang ia lakukan adalah mempersiapan untuk hari tuanya, sehingga ia berinvestasi dengan berbagai cara. Apakah ia bisa menikmati apa yang telah ia persiapkan?


Inilah salah satu point yang mengharuskan kita untuk berfikir lebih jauh. Bahwa kehidupan ini bukan hanya untuk hari tua. Hari tua bukanlah akhir perjalanan kehidupan sebelum kematian.

Masih ada masa kehidupan berikutnya setelah kematian. Yang masa itu lebih bersifat menikmati apa yang telah kita investasikan sebelumnya. Masa itu tidak diperkenankan lagi untuk "menanam", tapi hanya untuk "memetik".


Oleh karena itu disinalah pentingnya kita berfikir untuk berinvestasi tapi bukan untuk kita petik pada hari tua, tapi pada hari yang semua orang harus memetiknya. Karena tidak semua orang akan menikmati hari tua, tapi semua orang akan menikmati hari setelah kematian dan hari setelah kebangkitan.


Dan banyak cara untuk kita bisa berinvestasi untuk itu. Bisa dengan memperbanyak ibadah "mahdah", tapi juga bisa "ghair mahdah" (ibadah dalam arti yang umum), bahkan bisa berinvestasi akhirat dalam arti yang sebenarnya seperti wakaf.

So "Investasi Akhirat" why not.

06 Juni, 2009

Kehidupan Kami

Sudah lama ingin menulis untuk mengisi blog ini sejak di dafatarkan oleh istri tercinta, namun selalu saja ada alasan untuk tidak menulis. Ya sibuk dengan pekerjaan kantor lah, sibuk mengurus anak dan lain-lain.

Yah, setiap hari mulai dari Senin - Jumat mulai jam 7:30 pagi kami sudah mulai keluar dari rumah (tentunya setelah mempersiapkan twin) untuk mengantar Twin ke penitipan dan selanjutnya menuju kekantor. Dan sorenya Jam 17:30 Aku keluar dari kantor menjemput twin dan tiba dirumah sekitar jam 17:45. Nah setiba dirumah tentu disibukkan kembali oleh urusan si kembar dan rumah.

Untuk hari sabtu twin dititipkan setengah hari (sampai jam 1 siang), sementara Aku sendiri juga ngantor setengah hari. Memang hari sabtu tidak wajib masuk kantor kecuali ada tugas yang harus Aku selesaikan. Kalau tidak ada tugas kantor biasanya Aku memanfaatkan untuk chatting bersama istri yang jauh dimata (malaysia) untuk mendengar curhat-curhat, bertukar cerita dan keluh kesah serta saling memberikan spirit dan motivasi agar tetap teguh dan sabar demi tercapainya sebuah cita-cita.

Ya..istri ku sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas kebanggaannya dimalaysia (IIUM) dengan jurusan comparative religion (Ushuluddin). Kuliah itu sebenarnya sudah dimulainya sebelum kami menikah pada tahun 2005. Namun karena kami telah berjanji dan bertekad untuk tetap melanjutkan kuliah, maka apapun yang akan kami alami adalah sebuah resiko yang harus kami jalani.

Memang dulunya kami sempat memutuskan dan tinggal di negeri jiran itu dan meninggalkan pekerjaan yang sudah Aku jalani di Banda Aceh, yaitu bekerja disebuah NGO Timur Tengah yang membantu korban-korban tsunami di Aceh yaitu Qatar Charity. Namun keberadaan kami di negeri jiran itu sungguh sangat singkat. Ya, sangat singkat. Padahal kami sudah menyewa rumah yang tidak jauh dari kampus istriku, dan juga kami sudah membeli perlengkapan-perlengkapan rumah tangga seperti kasur, mesin cuci, kulkas, lemari, kompor gas dan lain-lain. Bahkan Aku sendiri waktu itu juga sudah bekerja walau hanya di sebuah tempat foto copy dan sudah mengantongi izin tinggal (visa) untuk 1 tahun (yang katanya nggak semua orang bisa dapat dengan mudah izin tinggal tersebut).

Namun hati ini digerakkan oleh hal yang lain. Waktu itu istriku sudah hamil 3 bulan, dan ketika kami ke Kuala Lumpur Hospital untuk mengecek ke dokter, dokter mengatakan bahwa didalam kandungan istriku ada dua janin, ya... kembar,you have twin.. hampir kami tidak percaya. Sebuah anugrah yang diberikan oleh Allah SWT. Lalu ketika masa hamil istriku memasuki usia yang ke 5 bulan, manager tempat aku bekerja dulu menelpon dan menawarkan kembali untuk kembali bekerja di Banda Aceh dengan menambah jumlah sallary dari sebelumnya. Lalu akupun bertukar pikiran dengan istriku.

Sebenarnya yang menjadi beban pikiranku waktu itu adalah memikirkan bagaimana nanti ketika melahirkan dengan kondisi di negeri orang yang masih baru ditambah lagi yang akan lahir bukan sendiri, tapi dua orang, sehingga sebelum tawaran kembali kerjapun kami sudah bertukar2 pikiran untuk memutuskan dimana nantinya akan melahirkan, disini malaysia atau pulang kampung.

Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan masukan kami memutuskan untuk menerima tawaran kembali bekerja di B. Aceh dan istriku nantinya akan melahirkan di B. Aceh juga.

Begitulah sekilas sejarah yang belakangan menjadi sebuah tantangan baru dalam menjalani kehidupan ini. Sebuah perjalanan yang bagi sebagian orang dipandang lucu bahkan sinis, tapi bagi kami itu adalah sebuah perjuangan, sehingga kelak nanti juga akan kami warisi kepada anak-anak dan cucu-cucu kami.

Dan perjalanan itupun akhirnya hampir saja mendekati dermaga,ya..saat ini istriku sudah memasuki semester terakhir, dan insya Allah, kalo tidak ada aral melintang akhir bulan ini istriku menyelesaikan studinya dan kembali ke fase kehidupan berikutnya bersamaku dan kedua anak kami yang akan berumur 3 tahun pada tanggal 21 Juli nanti.

Yang semangat ya umma...kami menantimu